“Mutiara Hitam”
itulah julukan yang diberikan kepada anak Papua Asli karena tubuh yang tegap
dan kuat, kulit hitam legam dengan bola mata yang berbinar-binar dikelilingi
bulu mata yang lentik, rambut keriting dengan sunggingan senyum yang manis
dihiasi deretan gigi yang rapi dan putih bersih. Apalagi mutiara hitam yang
kondisinya dalam keadaan sehat, kuat, cerdas dan berprestasi kita pasti kagum
dan bangga kepada mereka. Mutiara hitam tinggal di tanah Papua. Penyebutan
tanah Papua yang dimaksud dalam buku ini meliputi Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat.
Melalui
perjalanannya yang begitu panjang, pada 1 Mei 1963 dilakukan penyerahan
Nederlands New Guinea kepada Indonesia oleh Belanda nelalui UNTEA (United
Nations Temporary Executive Outhority), yaitu suatu badan PBB yang dibentuk
untuk itu. Setelah Papua berintegrasi dengan Indonesia maka pada 10 September
1969 melalui Undang-Undang nomor12 tahun 1969 Papua dibentuk menjadi satu
provinsi yang disebut Provinsi Irian Jaya sebagai provinsi ke-26 dari beberapa
provinsi di Indonesia. Telah banyak perubahan di tanah Papua, namun perjalanan
tersebut belum bisa mengangkat derajat mutiara hitam menjadi bagian yang sama
sebagai warga negara Indonesia yang dapat menikmati hasil kemerdekaan. Mutiara
hitam masih jalan di tempat, mereka belum merasakan nikmatnya makan dari hasil
bumi tanah Papua, belum merasakan nyaman dan hangatnya tubuh di saat-saat tidur
malam, mereka belum merasakan bahagianya mampu membaca buku untuk menggali
berbagai pengetahuan dan masih jauh dari lingkungan yang sejahtera, bahkan
mereka hampir tidak tahu bila tinggal di negara Indonesia yang mempunyai
bendera Merah Putih.
Ada sebagian
kecil dari mutiara hitam yang mencapai sukses karena perjuangannya yang sangat
luar biasa untuk meraih pendidikan yang tinggi. Saat ini mereka menduduki
jabatan penting di tanah Papua. Mereka dapat hidup layak dan bisa menyumbangkan
pemikirannya untuk nusa dan bangsa Indonesia dan bisa menjadi pemimpin di tanah
Papua atau menjadi pemimpin di tingkat nasional atau internasional. Saat ini
para pemimpin mutiara hitam mempunyai kesulitan yang sangat besar dari dampak
kepemimpinan masa lalu yang telah memberi keleluasaan suku-suku lain tinggal di
tanah Papua yang akhirnya disebut warga pendatang. Sebagai warga pendatang yang
lahir di tanah Papua mereka berhak disebut orang Papua, tetapi tidak disebut
mutiara hitam. Orang Papua turunan warga pendatang cara pemikirannya sudah
lebih maju dibanding mutiara hitam. Dengan datangnya suku-suku lain sebagai warga
pendatang di Papua diharapkan dapat membantu mempercepat kemajuan untuk mutiara
hitam di segala bidang. Namun warga pendatang dan keturunannya kurang sabar
mengajak mutiara hitam agar mampu seiring sejalan dalam derajat yang sama.
Membantu
mengangkat derajat mutiara hitam agar menjadi sehat dan cerdas kita harus
kembali bersama-sama membangun dari awal, tidak mungkin dilakukan
sendiri-sendiri dan harus dilakukan secara bertahap yang terus menerus dan
tidak terputus-putus. Sedangkan kita paham bahwa tanah Papua sangat luas dan
geografinya sangat sulit. Untuk itu diperlukan komitmen yang sungguh-sungguh
dengan mengedepankan pelaku-pelaku yang jujur, juga perlu ada masyarakat yang
punya jiwa sosial yang tinggi yang dapat bekerja dalam satu lini yang berkesinambungan.
Tanpa komitmen tersebut situasi akan tetap seperti sekarang, kita tidak mungkin
menggali potensi Papua yang tersebunyi baik potensi alamnya maupun potensi
sumber daya manusianya. Mutiara hitam hanya dipakai sebagai simbol dan
kenyataannya mutiara hitam selalu jadi kambing hitam, dikatakan mana yang susah
diatur, itu budaya mereka yang tidak mau perubahan yang lebih baik, adat
mutiara hitam yang suka mabuk-mabukan, pokoknya semua yang jelek yang diperkuat
dengan alasan budayanya selalu dilekatkan pada label mutiara hitam. Kita tidak
pernah memahami bahwa mutiara hitam sampai saat ini masih miskin dan bodoh.
Mutiara hitam tidak pernah berkesempatan mendapat pelayanan kesehatan yang
layak. Dalam keadaan kurang gizi dan tidak sehat mutiara hitam tidak mendapat
pelayanan pendidikan yang layak. Dalam keadaan mendapat pendidikan yang sangat
minim mutiara hitam tidak mendapat pelayanan pendidikan keterampilan yang
layak. Dalam keadaan tidak mendapat pelayanan pendidikan keterampilan mutiara
hitam harus bangkit dan mengolah lahan pemberian Tuhan untuk mendapatkan bahan
pangan dan Tuhan Maha Pemurah dapat memberikan bahan pangan yang berlimpah.
Karena tidak mempunyai keterampilan berdagang mutiara hitam tidak mampu menjual
bahan pangannya yang berlimpah. Sehingga adanya bahan pangan yang berlimpah
tetap saja mutiara hitam tidak mampu membeli baju, alat rumah tangga dan
keperluan rumah tangga yang lain seperti layaknya kita sebagai warga negara
Indonesia dapat bekerja yang bermanfaat bagi orang lain dan yang mungkin
mempunyai rumah yang layak untuk tempat tinggal seperti orang Papua keturunan
warga pendatang.
Demikian
Widarmi D.Wijana, penyusun buku ”MUTIARA HITAM: POTENSI PAPUA YANG TERSEMBUNYI”
dalam Kata Pengantar. Ia berharap mudah-mudahan kita semua bangsa Indonesia
mempunyai hati nurani untuk berkontribusi membantu bangkitnya saudara-saudara
kita si mutiara hitam dari kemiskinan dan kebodohan, agar pantas bila kita ajak
bergandengan bersama di mana saja kita berada.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar